CARA ALTERNATIF MENJAWAB POLEMIK PENJUALAN INDULGENSI

Started by Novri Korompis, Oct 17, 2025, 10:12 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Novri Korompis

MENJAWAB TUDUHAN JUAL-BELI (SURAT) INDULGENSI

Di internet, dalam berbagai bahasa, beredar banyak tuduhan, sindiran, anekdot: Apakah Gereja Katolik menjual-belikan indulgensi? Memangnya kapan dan/ mengapa Gereja Katolik berhenti memperjualbelikan indulgensi? Berapa harganya sekarang?

MENGAPA INDULGENSI TIDAK DAPAT DIPERJUALBELIKAN?
Indulgensi tidak pernah dapat diperjual-belikan, sebab indulgensi adalah "penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk dosa-dosa yang sudah diampuni" (KGK 1471). Lebih lengkapnya, "Indulgensi adalah penghapusan di hadapan Allah hukuman-hukuman sementara untuk dosa-dosa yang kesalahannya sudah dilebur, yang diperoleh oleh orang beriman kristiani yang berdisposisi baik serta memenuhi persyaratan tertentu yang digariskan dan dirumuskan, diperoleh dengan pertolongan Gereja yang sebagai pelayan keselamatan, secara otoritatif membebaskan dan menerapkan harta pemulihan Kristus dan para Kudus" (KHK 992).

Jadi Indulgensi adalah sebuah rahmat, berkat, karunia, anugerah, pemberian; bukan sebuah produk ataupun jasa sehingga dapat diperjualbelikan (Lebih lanjut tentang ajaran Indulgensi, lihat: https://www.newadvent.org/cathen/07783a.htm).

DOSA DAN PURGATORIUM, INDULGENSI DAN SAKRAMEN TOBAT
Sebab menurut ajaran Gereja Katolik, ketika kita berbuat dosa, sadar dengan tau dan mau memutuskan hubungan kita dari kasih Tuhan dan sesama (KGK 1849-1851), maka lahirlah (a) kejahatan dosa itu sendiri dan (b) hukuman karena dosa itu-sebagai akibat kesalahan telah melakukan dosa. Francis J. Sheed mengibaratkan, dosa itu seperti paku pada sepotong kayu. Ketika diampuni, maka pakunya dicabut (a), tapi bekas paku di kayu itu tetap ada (b); bandingkan 2Sam. 12:13-14. Orang yang mati dalam kondisi berdosa, tidak berahmat inilah yang dimurnikan dalam Purgatorium. (Lebih lanjut tentang ajaran Purgatorium, lihat: https://www.newadvent.org/cathen/12575a.htm). Sebab Allah itu sempurna dan tak bernoda, sehingga yang bisa tinggal bersama-Nya adalah juga sempurna dan tak bernoda.

Seperti definisinya, indulgensi tidak menghapuskan dosa-dosa manusia (a), apalagi dosa-dosa sepanjang hidupnya, yakni sejak lahir sampai mati. Dosa-dosa yang telah salah dilakukan itu dihapuskan oleh rahmat pengampunan dalam Sakramen Tobat (Lebih lanjut tentang ajaran Sakramen Tobat, lihat: https://www.newadvent.org/cathen/11618c.htm).

Indulgensi hanya menghapuskan siksa temporal atau hukuman sementara sebagai efek dari dosa yang sudah dihapuskan (b).
Indulgensi juga tidak menghapuskan siksa semua dosa sepanjang hidup, termasuk yang belum dilakukan di masa depan; melainkan hanya siksa dosa yang sudah diampuni atau dihapuskan. Indulgensi bukan izin untuk berbuat dosa. Akhirnya indulgensi tidak bisa menghapus siksa abadi dan final, dan mengeluarkan seseorang dari neraka.
Syukurlah bahwa indulgensi bisa diperoleh dengan syarat-syarat yang ditetapkan Gereja, yakni menyangkut pertobatan, disposisi batin dan perbuatan amal-kasih; bagi diri sendiri maupun orang lain, termasuk mereka yang telah meninggal dunia.

ANTARA 'RAHMAT' DAN 'SURAT' INDULGENSI
Lalu bagaimana dengan "Surat Indulgensi"? Untuk membuktikan tuduhan adanya jual-beli, maka sering ditunjukkan "Surat Indulgensi". Indulgensi bukan surat, tapi rahmat! Karena itu dengan demikian maka sebenarnya tuduhan awal, bahwa Gereja Katolik "menjual indulgensi", menjadi "jual-beli SURAT indulgensi" ini sebenarnya membuat tuduhan awal itu gugur, terkoreksi, dan merosot level tuduhannya: ok, jadi ternyata jelas bahwa Gereja Katolik bukan memperjualbelikan 'rahmat' indulgensi, tapi SURAT indulgensi! Ada beda yang jelas dan jauh antara rahmat dan surat.
Ini sebenarnya secara tidak langsung sudah merupakan pengakuan bahwa adalah benar rahmat indulgensi, apalagi rahmat pengampunan dosa dalam Gereja Katolik itu memang tidak pernah dapat diperjualbelikan, sekalipun mau!
Tapi apakah benar Gereja Katolik memperjualbelikan "Surat Indulgensi"? Apa itu "Surat Indulgensi"?

"SURAT INDULGENSI"
Di internet berseliweran banyak contoh "Surat Indulgensi" (letter of indulgence, papal indulgence). Namun sayangnya, istilah "Surat Indulgensi" ini tidak ada dalam kosakata ajaran Gereja Katolik, sehingga tidak akan ditemukan dalam dokumen manapun tentang ajaran Gereja Katolik (Magisterium), termasuk dalam ajaran Indulgensi. Oleh karena itu, ternyata "Surat Indulgensi" yang dimaksud dalam tuduhan adalah peristilahan yang diciptakan oleh orang-orang, dan bukan oleh Gereja Katolik, tapi seolah-olah milik dan ditetapkan oleh Gereja Katolik; pola yang sama sebenarnya juga berlaku dalam tuduhan anti-Katolik lainnya.
Tidak begitu jelas persisnya kapan dan siapa yang menciptakan istilah ini, tapi rupanya istilah ini dipergunakan dalam bidang sejarah dan arkeologi, khususnya untuk menyebut artefak surat-surat bukti cetakan pertama di Eropa, yakni yang dibuat oleh mesin cetak Gutenberg, sekitar abad XV, bahkan surat-surat serupa dari keseluruhan Abad Pertengahan, sebelum dan sesudah Gutenberg.
Surat-surat ini sekarang disimpan dan sering dipamerkan oleh beberapa Universitas dan Museum, kebanyakan di Eropa. Ada berbagai artefak "Surat Indulgensi" tsb, yang ditemukan di beberapa tempat di Eropa, termasuk di bekas biara, sebagai pembatas buku, dsb; baik yang berbentuk cetakan maupun tulisan tangan (lihat contoh lampiran 1 'Avignon' tahun 1336, beserta terjemahannya, dari https://iiif.lib.harvard.edu/manifests/view/drs:6522990$1i)
Jadi tidak ada istilah "Surat Indulgensi" dalam ajaran Gereja Katolik; lalu bagaimana mungkin dapat diperjualbelikan oleh Gereja Katolik?

ISI ARTEFAK "SURAT INDULGENSI"
Sayangnya, surat-surat ini jarang sekali diterjemahkan sehingga para penuduh (diabolos) dengan mudah menyebarkan hoax dan menyembunyikan kebenarannya (di bagian lampiran ada tiga artefak "Surat Indulgensi", beserta terjemahannya). Dari isi suratnya, jelaslah bahwa surat-surat ini diterbitkan oleh pihak-pihak yang diberi izin oleh Kepausan, bukan langsung oleh Otoritas Kepausan. Itulah sebabnya ada keluhan penyelewengan yang disampaikan kepada Uskup Mainz, Albrecht von Brandenburg, termasuk oleh si pastor RP. Martin Luther, OSA yang kemudian memisahkan diri dari Gereja Katolik.

Bagian awal memperkenalkan pihak siapa yang diberi izin oleh Kepausan untuk mengumpulkan dana, dan tujuan penggunaan dana sumbangan amal-kasih. Ada berbagai maksud penggunaan dana sumbangan amal-kasih yang terkumpul ini, misalnya bagi Rumah Sakit untuk pasien yg ditolak di tempat lain atau sakit yang tak tersembuhkan; membantu pembangunan Gereja dan/ biara tertentu; ada juga untuk membantu Kerajaan Siprus melawan serbuan Sarasen; Akhirnya yang paling terkenal dan paling banyak disesatkan itulah sumbangan amal-kasih untuk membantu perbaikan Basilika St. Petrus di Roma, bukan jual-beli indulgensi oleh Kepausan untuk membangun Basilika itu.

Bagian selanjutnya memberikan petunjuk untuk mendapatkan rahmat Sakramen Tobat dan indulgensi, serta nama ybs (orang, umat, institusi, dsb) yang telah melaksanakan syarat-syarat dan layak mendapatkannya sesuai ajaran dan hukum Gereja Katolik, lalu akhirnya tempat serta tanggal pengesahannya.

Bila masih ada kelanjutannya maka biasanya bagian berikutnya adalah rumusan pemberian indulgensi penuh bagi ybs, atau bagi siapa yang telah meninggal.

ARTEFAK "SURAT INDULGENSI" SIPRUS
Dari berbagai jenis dan bentuk artefak "Surat Indulgensi" yang ada, artefak 'Siprus' rupanya yang paling sering dirujuk dan dijadikan referensi tentang jual-beli (surat) indulgensi (lihat lampiran 2 beserta terjemahannya). Mungkin karena artefak ini yang paling banyak jumlahnya (46 buah) yang ditemukan dan bertahan sampai sekarang. Artefak ini dikenal juga dengan nama lain, yakni: "31 baris Indulgensi", yang juga sama keliru maknanya dengan peristilahan "Surat Indulgensi"; sekali lagi, indulgensi itu rahmat. Ada variasi lain dari artefak 'Siprus' dengan 30 baris saja, yang rupanya dicetak beberapa bulan kemudian, dengan menggunakan huruf khas seperti yang dipergunakan untuk mencetak Kitab Suci Gutenberg. Jenis ini hanya ada 9 buah, termasuk 2 di antaranya yang hilang pada Perang Dunia II (https://dpul.princeton.edu/gutenberg/catalog/d217qp581).

Namun 'Siprus' dengan 31 baris ini lebih terkenal, karena di salah satu artefak jenis ini, di kolom isiannya tertulis: di Erfurt, pada 22 Oktober 1454. Artinya, artefak ini merupakan artefak cetakan tertua di benua Eropa; malahan lebih tua dari, atau sudah ada sebelum Luther lahir. Yang paling muda dari jenis 'Siprus' ini tertanggal 30 April 1455; Luther lahir 10 Nov. 1483. Bagaimana mungkin dia mengkritik surat yang telah ada kira-kira 28 tahun sebelum kelahirannya (apalagi bila dibandingkan artefak 'Avignon' 1336)? Kalaupun surat sejenis ini yang dimaksud Luther, ada kemungkinan bukan jenis artefak 'Siprus' 31 baris ini. Jadi tidak tepatlah bila artefak ini dirujuk dan dilampirkan bersama dengan tesis Luther.

Kekeliruan fatal berikutnya ialah 'Siprus' 31 baris ini disebut-sebut sebagai bukti otentik jual-beli, untuk membangun Basilika St. Petrus di Vatikan, Roma. Padahal sesuai namanya, seperti dapat dibaca dan dibuktikan sendiri di lampiran, artefak 'Siprus' ini, baik versi 31 baris maupun 30 baris, diterbitkan oleh Paulinus Chappe, seorang Konsultor, Delegatus, Prokurator Jendral dari Kerajaan Siprus; yang atas otoritas Paus Nikholas V, mengumpulkan sumbangan amal-kasih untuk membantu Kerajaan Siprus (Kingdom of Cyprus, yang berlangsung tahun 1192-1489); dalam menghadapi serbuan orang-orang Sarasen.

Nanti di lampiran ketiga, artefak 'Albert' yang hanya ada sisa satu saja, barulah disebut sekilas tentang donasi, bantuan amal-kasih untuk-seperti istilah yang disebut dalam surat: "reparasi, perbaikan" (reparatione), dari Basilika St. Petrus; tidak seheboh seperti hoax sekarang, seolah-olah tidak akan jadi Basilika seperti sekarang bila orang Jerman (waktu itu Holy Roman Empire, 800/962-1806) tidak membiayai (lihat lampiran 3 dan terjemahannya). Di situ, Albert, Uskup Mainz dan begitu banyak gelar lainnya, berterima kasih kepada (nama) yang membantu kelanjutan reparasi Basilika, dalam 1 anak kalimat saja. (https://digital.pitts.emory.edu/s/digital-collections/page/mainz)

PENYELEWENGAN
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa segala sesuatu bisa saja diselewengkan, bahkan sejak awal Kekristenan, seperti yg dicela Paulus tentang Tubuh dan Darah Tuhan. "Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya" (1Kor 11:27-29).

Penyelewengan awal berkaitan dengan indulgensi dalam Sejarah Gereja terjadi pada abad VIII, ketika orang-orang mengira dapat memperoleh pengampunan dosa dan indulgensi dengan usahanya sendiri berupa mati raga sehingga dikutuk oleh Konsili Clovesho di Inggris pada tahun 747 M. Konsili Lateran IV pada tahun 1215 yang diulangi pada Konsili Ravenna pada 1317 mengutuk indulgensi yang berlebihan. Oleh karena persoalan interpretasi yang berbeda oleh Ordo Dominikan dan Fransiskan, maka Paus Clement IV mengambil tindakan reservasi hanya pada Takhta Suci Kepausan pada tahun 1268. Paus Bonifasius IX dalam suratnya kepada Uskup Ferrara, pada tahun 1392 mengutuk praktek keliru beberapa kaum relijius yang mengaku telah diberi wewenang oleh Kepausan untuk menghapuskan segala jenis dosa, meminta sebagai syaratnya sejumlah uang, dan menjanjikan hidup bahagia sekarang serta bahagia kekal nantinya. Kasus-kasus Uskup Agung Canterburry pada tahun 1420 yang dihukum oleh Paus Martinus V, sampai Paus Sixtus IV pada tahun 1478 merupakan pelanggaran kekhususan izin yang direservasi hanya bagi Takhta Suci.

SUMBANGAN AMAL-KASIH
Masa-masa selanjutnya terjadi penyelewengan seputar sumbangan amal-kasih, yang sangat baik dilakukan sebagai bagian dan bentuk nyata pertobatan, khususnya untuk membantu mereka yang membutuhkan (Lebih lanjut tentang sumbangan amal-kasih [alms-almsgiving] ini, lihat: https://www.newadvent.org/cathen/01328f.htm). Akan tetapi, sumbangan amal-kasih ini bukanlah syarat utama dan satu-satunya untuk memperoleh rahmat indulgensi (lihat cara memperoleh indulgensi di: https://www.catholic.com/tract/myths-about-indulgences).

Oleh karena itu, praktek sumbangan amal-kasih ini membawa efek samping yakni pertama-tama dengan mudah disalah-mengerti oleh umat sederhana, yakni terkesan seolah-olah mereka membeli indulgensi, apalagi bila secara keliru dijelaskan; dan sebaliknya bagi pihak yang diberi izin untuk mengumpulkan sumbangan itu demi berbagai tujuan baik di atas, hal ini menjadi godaan yang tak tertahankan untuk mengeksploitasinya menjadi sarana penggalangan dana sebesar-besarnya. Dari masa ke masa, bahkan para pejabat Gereja pun tak luput dari godaan ini. Pada 31 Oktober 1517, Luther menyurat kepada Uskup Mainz perihal penyelewengan indulgensi.

Konsili Trente (1545-1563) mengundang segenap anggota Gereja untuk membasmi segala bentuk penyelewengan dan memurnikan praktek ajaran Gereja ini, dan sesudahnya, yakni Paus Pius V pada 1567 membatalkan segala bentuk penyelewengan indulgensi yang melibatkan pembayaran dan transaksi keuangan.


Penyelewengan oleh pihak-pihak yang diberi izin oleh Otoritas Kepausan menjadi lebih buruk setelah bersentuhan dengan mesin cetak Gutenberg (1450), khususnya masa di mana Luther hidup. Sebelum masa mesin cetak Gutenberg, pihak penerbit membuat "Surat Indulgensi" secara manual, dengan biaya lebih tinggi, para penulis yang lebih banyak, waktu lebih lama, dengan demikian jumlah yang terbatas. Mesin cetak Gutenberg membuat produksi "Surat Indulgensi" jauh lebih efektif dan efisien, serta masif. Kelebihan inilah yang mereka manfaatkan; di kemudian hari juga oleh Luther dan pengikutnya dalam konteks Protestantisme, dan juga Inggris dalam konteks Inkuisisi Spanyol. Apalagi bila dicari-cari kambing hitam kasus indulgensi yang terkenal, misalnya yang paling sering disebut ialah RP. J. Tetzel, OP yang sebenarnya juga merupakan korban propaganda hoax yang masif dan sistematis; dalam kumpulan kotbah serta perdebatannya dengan Luther, Tetzel tetap memegang teguh ajaran Magisterium, tidak seperti yang dituduhkan Luther kepadanya.

Perlu diperhatikan, bahwa praktek penyelewengan oleh oknum Gereja, sekalipun pada masa yang terburuk, tidak pernah dapat mengalahkan rahmat dari Sakramen Tobat dan indulgensi yang sejati, yang tetap dapat diperoleh sesuai ketentuan dan praktek yang baik, dan yang tetap bermanfaat demi keselamatan dan kebahagiaan jiwa-jiwa. Sekalipun ada penyelewengan, tapi tidak terjadi di semua tempat dan pada segala masa; ajaran indulgensi tetap merupakan ajaran resmi dan sah Gereja Katolik, yang sangat berguna.

Dengan demikian, atas cara tertentu, Gereja Katolik adalah juga korban, bukan pelaku dari penyelewengan ajaran indulgensi dan propagandanya. Artinya, Gereja Katolik sendiri tidak menghendaki, apalagi mengajarkan penyelewengan atau ajaran yang keliru tentang indulgensi; Oknum anggota dan pejabat Gereja yang menyelewengkannya. Oleh karena itu, segala tuduhan dan propaganda yang tidak benar terhadap Gereja Katolik dan ajaran indulgensinya, termasuk oleh Luther, itu sebenarnya merupakan strawman fallacy, karena praktek penyelewengan yang ada itu bukan ajaran Gereja Katolik, malahan dikutuknya dan diperbaikinya.

Gbr. 1 Lampiran 1: 'Avignon' 1336
Gbr. 2 Terjemahan 'Avignon'
Gbr. 3 Lampiran 2: 'Siprus' 31 baris
Gbr. 4 Terjemahan 'Siprus' 31 baris oleh V. Varrucciu
Gbr. 5 Lampiran 3: 'Albertus'
Gbr. 6 Terjemahan 'Albertus'
Gbr. 7 Bonus Strawman Fallacy

NK, pada HR Pentakosta 2024