KESESATAN (HETERODOKSI) GERAKAN KARISMATIK 07

Started by saulus, May 20, 2022, 08:09 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

saulus

B. Bahasa Roh

Selain Baptisan Roh Kudus, bahasa Roh adalah sine qua non dari gerakan karismatik. Meskipun begitu tidak jarang umat Karismatik sendiri berbicara dengan remeh akan bahasa roh itu sendiri. Sering ketika ditanya oleh seseorang yang kritis terhadap fenomena bahasa roh di lingkungan kahrismatik, akan muncul tanggapan-tanggapan seperti, "bahasa roh bukanlah petanda kesucian seseorang. Seseorang tidak berbahasa roh pun bukan berarti bahwa dia tidak dikaruniai." Bahkan tidak jarang yang mengakui bahwa bahasa roh adalah karunia keajaiban yang paling rendah sesuai dengan yang dikatakan Paulus di 1Kor 12:8-10 (bahasa roh dan terjemahannya terdaftar paling akhir).

Namun tampaknya tanggapan seperti yang diatas adalah sekedar lips service karena bahasa roh mempunyai peran yang amat penting dalam karismatik sendiri. Mengapa? Sebab, seperti yang dikatakan John Fletcher yang sudah disebut diatas, kemampuan berbahasa roh merupakan tanda bahwa seseorang telah menerima Baptisan Roh Kudus. Dengan berbahasa roh seseorang merasa bahwa dirinya spesial, karena telah dinaungi Roh kudus berkat "baptisan Roh Kudus." Namun, seperti yang telah aku jelaskan diatas, perasaan tersebut tidak sesuai dengan iman yang Katolik dan Apostolik. "Baptisan Roh Kudus" tidak membuat seseorang dinaungi Roh Kudus.

Sayangnya praktek baptisan roh kudus di gerakan karismatik sendiri sudah terlalu jauh melenceng dari Tradisi Suci. Berikut aku akan menunjukkan kesesatan-kesesatan praktek bahasa roh dalam karismatik. Selanjutnya aku juga akan tunjukkan beberapa argumen yang digunakan oleh Karismatik untuk membenarkan kesesatan praktek bahasa roh mereka yang kemudian akan aku tanggapi.

Mengenai bahasa Roh Paulus berkata, "Jikalau ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain yang menafsirkannya. Jika tidak ada yang dapat menafsirkannya, hendaklah mereka berdiam diri dalam 'pertemuan Jemaat' (kata aslinya 'ekkalesia' sehingga mestinya diterjemahkan 'Gereja') dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada Allah. (1Kor 14:27-28)" Ini adalah ayat yang paling sering aku gunakan untuk menunjukkan kesesatan praktek bahasa roh di gerakan karismatik. Ayat ini cukup lugas dan karenanya kita bisa langsung melihat ketidaksesuaian praktek bahasa roh karismatik dengan ayat tersebut.

Ada tiga point yang bisa diambil dari perikop tesebut:

1. Bila ada lebih dari satu orang yang hendak berbicara dalam bahasa roh, maka mereka harus melakukannya satu persatu dan tidak bisa bersamaan.
2. Penafsiran diharuskan bila ada yang berbahasa roh.
3. Bila penafsiran tidak ada, i.e. tidak ada yang diberi karunia menafsir, maka bahasa roh harus dilakukan dalam hati.

Apakah aturan ini diterapkan dalam sessi bahasa Roh Karismatik? Sama sekali tidak! Dalam kebanyakan pertemuan karismatik, bahkan hampir semua, "bahasa roh" dilakukan berbarengan. Tidak hanya itu, seruan Paulus akan perlunya penafsiran jarang sekali diperhatikan.

Perlu dijelaskan bahwa bahasa roh pada dasarnya ada dua jenis. Bahasa roh yang tidak memerlukan penerjemahan, karena bisa langsung dimengerti, dan bahasa roh yang perlu penerjemahan. Contoh dari yang pertama adalah bahasa roh yang dilakukan Petrus di Kis 2:1-12. Yang kedua contohnya adalah di 1Kor 14:13. Sampai saat ini hampir semua (kalau tidak sudah semua) bahasa roh yang dilakukan karismatik Katolik dan Protestant adalah versi yang memerlukan penerjemahan. Patut sedikit dicurigai kenapa justru versi yang mudah dibuat-buat ini yang banyak dipraktekkan sementara para kudus sendiri seperti St. Pio, St. Francis Xaverius, St Vincent Verrer dan banyak lainnya justru diberi versi bahasa roh type yang lebih superior seperti di Kis 2:1-12.

Nah, apakah sesuatu yang bertentangan dengan anjuran rasul di Kitab Suci merupakan sesuatu yang berasal dari Allah (ie: Roh Kudus)? Tentu saja tidak. Sehingga bisa disimpulkan bahwa praktek "bahasa roh" dari karismatik yang tidak sesuai dengan anjuran Kitab Suci sama sekali bukan praktek yang berasal dari Roh Kudus.

Kesimpulan tersebut adalah salah satu alasan mengapa aku merasa ada bahaya yang besar dari praktek bahasa roh karismatik. Pertama-tama, karena praktek "bahasa roh" yang dilakukan para karismatik adalah bahasa roh yang palsu maka para karismatik telah secara langsung melanggar Mat 6:7 dimana Yesus melarang pengikutNya untuk berdoa dengan kata-kata kosong yang bertele-tele. Ketika itu di Israel dan bangsa sekitarnya, orang sering berpendapat bahwa dengan banyak dan lamanya doa maka keinginan akan lebih mudah dikabulkan. Sikap berdoa seperti itu seakan-akan mencoba untuk menyetir Allah sesuai keinginan kita dan, yang lebih parah, melupakan bahwa Allah itu adalah Bapa kita yang mengasihi kita dan tahu apa yang kita inginkan bahkan sebelum kita memintanya.

Kedua, bila bahasa roh yang dilakukan oleh karismatik tidak otentik, lalu siapakah yang menggerakkan para karismatik saat berbahasa roh? Ada dua kemungkinan yang saling berkaitan. Pertama adalah dari diri sendiri lewat auto-sugestion atau dari kuasa-kuasa kegelapan. Dua hal ini berkaitan sebab ketika seorang memaksakan diri dan terlalu berapi-api, yang merupakan permulaan auto-suggestion, untuk mendapatkan karisma luar biasa maka dia juga akan membuka diri terhadap intervensi kuasa-kuasa kegelapan. Berikut adalah kutipan dari Rm. William G. Most dari tulisannya Errors of charismatics:
[In Lumen Gentium paragraph 12] the [Second Vatican] Council distinguishes ordinary and extraordinary charisms: "The extraordinary gifts are not to be rashly asked for, nor should the fruits of apostolic works be presumptuously expected from them; but the judgment of their genuine character and the ordered exercise of them pertains to those who preside in the Church...."
 
 The great St. Teresa of Avila, who had so much experience with extraordinary gifts, would be horrified. In her Interior Castle 6.9 she warns souls that when they learn or hear that God is giving souls extraordinary graces, "you must never ask or desire Him to lead you by that road." She goes on to explain why: First, it shows a lack of humility; second, one leaves self open to "great danger because the devil needs only to see a door left a bit ajar to enter; third, "when a person has a great desire, he convinces himself he is seeing or hearing what he desires." She adds that there are many holy people who have never had such things, and others who have them, and are not holy. This of course agrees with the warning of Our Lord Himself in Mt 7:22-23.
 
 Finding New Life in the Spirit (Servant,1872) has sold 1,690,000 copies. It is a guidebook given to all participants in Life in the Spirit Seminars, developed by the Word of God Community out of Ann Arbor, Michigan. Candidates are taught how to invite the gift of tongues, to make a buildup for it -- St. Teresa, as we said above, would worry that the door is left more than a little ajar. This is open to satan and/or autosuggestion. On p.25 the candidate is told to say: "I ask you to baptize me in the Holy Spirit and give me the gift of tongues." (
sumber: Errors of Charismatics – William G. Most)
 
 (
Terjemahan 16)

 Dari kesaksian banyak orang, banyak kejadian dimana para kharimatik (baik Protestant maupun Katolik) memperlihatkan gejala-gejala kerasukan.
Seperti yang terjadi di Toronto Blessing yang diikuti baik Protestant dan Katolik (sumber).
 
 Hal lain yang patut dipetik dari kutipan tulisan Rm. William G. Most diatas selain kata-kata bijaksana dari St. Teresa dari Avila, adalah kutipan dari Lumen Gentium yang mengatakan bahwa karya-karya extraordinary (ie. Karisma luar biasa), seperti nubuat, bahasa roh, karunia penyembuhan etc, tidak boleh secara sembarangan diminta. Bahkan Lumen Gentium mengatakan bahwa karisma luar biasa tersebut tidak seharusnya terlalu kita harap-harap secara "presumptous" bila kita melakukan karya apostolik. Penggunaan kata "presumptous" ini harus dibedakan dengan amanah Paulus untuk "mengejar" (kata Yunaninya "Zeloo") yang digunakan Paulus di 1Kor 14:1. "Presumptous" digunakan di Lumen Gentium berkenaan dengan keinginan akan karisma luar biasa yang tidak sehat. Sedangkan "Zeloo" lebih bersifat mendambakan dengan tulus tanpa terlalu bersifat obsesif akan karisma luar biasa tersebut. Jadi secara singkat, amanah Lumen Gentium tersebut mengajarkan supaya kita tidak berpikiran bahwa karena kita sudah banyak berdoa, berderma, menginjil dan lain-lain lalu kemudian kita pasti akan menerima karisma luar biasa.
 
 Sayangnya kebanyakan karismatik justru memaksakan diri sendiri dan/atau umat lain untuk menginginkan karisma luar biasa seperti bahasa roh dengan cara yang tidak sehat. Aku sendiri (DeusVult) pernah mendengar cerita dari seorang Romo tentang hal ini. Ketika itu sang Romo pergi ke kesusteran di Jati Jejer yang sering digunakan untuk acara karismatik dan susternya banyak yang karismatik. Ketika berada disana sang Romo mengikuti ibadah karismatik sementara para peserta disana, termasuk para suster, tidak tahu bahwa beliau adalah seorang Romo. Di tengah-tengah acara dimana beberapa peserta dipanggil ke depan untuk ditumpangi tangan, tibalah giliran sang Romo. Ketika sang Romo ditumpangi tangan, para hadirin dan suster yang menumpangi tangan mengharapkan bahwa si Romo kemudian berbahasa roh. Si Romo, yang tidak terpengaruh dengan sugesti yang dikondisikan para suster, berdiam diri selama beberapa menit. Tentu saja ini menggelisahkan suster yang menumpangkan tangan pada si Romo. Beberapa saat setelah sang Romo tidak kunjung berbahasa Roh, salah satu suster tergerak untuk melakukan eksorsisme dengan menghardik setan yang dia kira mengganggu sang Romo. Ini gegabah sekali dan melanggar aturan Gereja karena eksorsisme dengan menghardik setan sama sekali tidak boleh dilakukan oleh seorang awam seperti suster tersebut. Sang Romo tetap tenang-tenang saja. Setelah tidak kunjung berbahasa roh, para suster kemudian mengajak sang Romo ke belakang untuk mencegah skandal yang lebih besar bagi kepalsuan praktek mereka. Sang Romo menurut. Sorenya, sang Romo lengkap dengan jubahnya memimpin misa di kapel Jati Jejer karena memang sedianya dia diminta untuk melakukan misa ditempat tersebut. Sang romo menuturkan padaku (DeusVult) bahwa dia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memberikan wejangan bagi para karismatik. Sang Romo lebih lanjut mengatakan bahwa dia kemudian tidak pernah diundang lagi untuk membantu misa di Jati Jejer.
 
 Selain kisah dramatis tersebut aku juga mendengar banyak kesaksian pribadi dari mulut orang-orang yang dipaksa dan dikondisikan oleh karismatik untuk berbahasa roh. Beberapa mereka menyanyikan lagu yang sama, "kalau tidak segera berbahasa roh kan nanti terus dipegangi didepan hadirin dalam posisi yang tidak nyaman, mendingan sok bisa saja supaya segera bisa duduk ke bangku."
 
 Fenomena aneh praktek bahasa roh lain yang sempat aku observasi dalam lingkungan karismatik sendiri adalah perbedaan "bahasa roh" dari tiap kelompok karismatik. Maksudku begini, meskipun tidak ada satu karismatik yang persis sama dalam berbahasa roh dengan karismatik yang lain, namun biasanya dalam satu perkumpulan doa karismatik, anggota-anggota dari perkumpulan doa tersebut mempunyai kemiripan dalam berbahasa roh. Perbedaan bunyi bahasa roh lebih terasa bila kita membandingkan anggota satu kelompok doa karismatik dengan kelompok doa karismatik yang lain. Fakta ini mendorong kita untuk berkesimpulan bahwa kemampuan bahasa roh memang dikondisikan oleh lingkungan (kelompok doa karismatik) dan bukan sesuatu yang berasal dari Roh Kudus sendiri.
 
 Dalam lebih lanjut mengobservasi praktek bahasa roh di lingkungan karismatik sendiri aku juga merasa bahwa bahasa roh yang dilakukan para karismatik tidak mempunyai kaidah bahasa. Bahasa roh para karismatik terdengar tidak lebih dari celotehan tak berarti biasa. Padahal sebagai suatu "bahasa" bahasa roh pastilah mempunyai kaidah-kaidah bahasa seperti bahasa-bahasa lain. Karena itulah bahasa roh bisa diterjemahkan.