KESESATAN (HETERODOKSI) GERAKAN KARISMATIK 03

Started by saulus, May 20, 2022, 08:02 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

saulus

Begitulah sejarah masuknya Karismatik ke dalam Gereja Katolik.


Apa yang salah dengan kilasan sejarah Karismatik tersebut? Berikut adalah keberatan berkenaan dengan kilasan sejarah karismatik saja:

1. Karismatik berasal dari Pentakosta dan Pentakosta berasal dari Protestantism
2. Umat Katolik mendapat karunia "roh" setelah ditumpangi tangan oleh Protestant
3. Umat Katolik meminta nasihat theologis dari seorang Pendeta Episkopal dan jemaatnya


Pertama-tama, asal-usul gerakan Karismatik membuat kita mempertanyakan klaim para Karismatik bahwa gerakan ini dimulai sejak jaman para rasul. Peristiwa Pentakosta dan kisah di surat Korintus 12-14 sering disebut sebagai awal gerakan Karismatik. Para Karismatik bersikeras bahwa mereka hanya ingin kembali ke masa-masa tersebut. Namun Karismatik Katolik baru ada setelah Pentakosta muncul (tahun 1900) dan Pentakosta bisa muncul karena Protestantism yang baru dimulai pada abad 16. Sehingga karismatik murni berasal dari Protestantism dan tidak berasal dari Gereja yang Satu Kudus Katolik dan Apostolik.

Para karismatik juga menelan utuh kenaifan Protestant yang ingin kembali ke jaman para rasul dimana karya karismatik luar biasa, seperti bahasa roh, sangat berperan. Padahal jarangnya manusia diberi karya-karya karismatik setelah jaman para rasul adalah karena karya seperti itu sudah tidak terlalu diperlukan lagi. Berikut perkataan St. Agustinus yang dikutip St. Thomas di Summa Theologica:
Augustine says (Tract. xxxii in Joan.), "whereas even now the Holy Ghost is received, yet no one speaks in the tongues of all nations, because the Church herself already speaks the languages of all nations: since whoever is not in the Church, receives not the Holy Ghost." (sumber: Summa Theologica)
 
 (
Terjemahan 1)

Di jaman St. Agustinus Gereja sudah menjadi organisasi kuat, menjangkau berbagai tempat dan bahkan mempunyai putra-putri dari berbagai bangsa dan bahasa. Karena itu karya karismatik seperti bahasa roh yang memang pada awalnya diperlukan jemaat perdana untuk mengajar semua bangsa, sudah tidak diperlukan lagi. Jemaat perdana, kecuali Paulus, terdiri dari orang yang kurang berpendidikan dan tentunya perlu untuk diberi karisma luar biasa seperti bahasa roh untuk mengajarkan bangsa-bangsa.

Tidak hanya bahasa roh, tapi karisma-karisma luar biasa lain juga semakin berkurang setelah Gereja tumbuh kuat dan pesat. Ini juga diakui salah satu booklet Karismatik sendiri (Fanning the Flame - Killiam Mc Donnell) yang mengutip tulisan para Bapa Gereja Awal tentang karunia Karismatik:
Then we see a remarkable admission [from Fanning the Flame booklet, written by Kilian Mc Donnell] on St. John Chrysostom, quoted on the same page, "Chrysostom complained, however 'the charisms are long gone.'" St. Augustine, in City of God (21.5), has to argue strongly that miracles are possible, against those in his day who denied the possibility. He says that if they want to say the Apostles converted the world without any miracles - that would be a great miracle. If there were miraculous gifts commonly around, Augustine would have merely pointed to them. But he did not.
 
 Still further, historically. The miraculous gifts were common in Paul's day, but at least by the middle of the next century became scarce in the mainline Church, but common in heretical groups. The present movement started in 1901 among Protestants. By 1925 there were about 38 denominations in the U.S. alone. Some decades later, in 1966. some Catholics, precisely by contact with the Protestants, asked that the Protestants lay hands on them, to receive tongues - for tongues were supposed to be the sign that one had been baptized in the Spirit. (
Sumber: Errors of Charismatics – William G. Most)
 
 (
Terjemahan 2)

Beberapa orang yang lemah imannya berpikiran bahwa berkurangnya karisma luar biasa (ie: mukjijat-mukjijat) ini menandakan kejauhan orang dari Allah sehingga Allah tidak berkenaan untuk melakukan tanda-tanda mukjijat lagi. Pemikiran seperti ini bagaikan pemikiran seorang bayi yang belum siap menerima makanan keras (Ibr 5:12-14). Tanda-tanda mukjijat memang diperlukan bagi jemaat perdana karena mereka harus menunjukkan karya Allah kepada dunia yang tidak percaya. Namun setelah Gereja tumbuh dan berkembang di dunia iman kita sudah semakin dewasa dan tidak bergantung kepada tanda-tanda mukjijat. Salah satu Bapa Gereja Awal St. Gregorius Naziansus dalam komentarnya atas Mark 16:17-18 mengatakan:
Gregorius Naziansus: Are we then without faith because we cannot do these signs? Nay, but these things were necessary in the beginning of the Church, for the faith of believers was to be nourished by miracles, that it might increase. Thus we also, when we plant groves, pour water upon them, until we see that they have grown strong in the earth; but when once they have firmly fixed their roots, we leave off irrigating them. These signs and miracles have other things which we ought to consider more minutely. For Holy Church does every day in spirit what then the Apostles did in body; for when her Priests by the grace of exorcism lay their hands on believers, and forbid the evil spirits to dwell in their minds, what do they, but cast out devils? And the faithful who have left earthly words, and whose tongues sound forth the Holy Mysteries, speak a new language; they who by their good warnings take away evil from the hearts of others, take up serpents; and when they are hearing words of pestilent persuasion, without being at all drawn aside to evil doing, they drink a deadly thing, but it will never hurt them; whenever they see their neighbors growing weak in good works, and by their good example strengthen their life, they lay their hands on the sick, that they may recover. And all these miracles are greater in proportion as they are spiritual, and by them souls and not bodies are raised. (Sumber: Catena Aurea oleh St. Thomas Aquinas)
 
 (
Terjemahan 3)

Kenyataan bahwa karisma luar biasa sudah jarang terjadi lagi tidak berarti bahwa Allah tidak pernah lagi memberikan karisma luar biasa kepada Gereja. Banyak kisah dari para Kudus dimana mereka melakukan karisma-karisma luar biasa. St. Patrick beberapa kali membangkitkan orang mati, St. Martin De Porres mengalami bilokasi (berada di dua tempat pada saat bersamaan), St. Franciss de Sales diracun oleh para bangsawan Calvinist tapi tidak mati, St. Pio Pietrelcina (Padre Pio) mampu berbahasa roh dan lain-lain. Namun perlu diingat bahwa karya Allah tidak perlu selalu ditunjukkan oleh mukjijat, sebenarnya karya Allah lebih efektif ditunjukkan lewat karunia Allah yang tidak kalah indahnya, yaitu kasih. Dari para kudus diatas, dan banyak yang lain, yang paling berkesan dari cerita hidup mereka bukanlah tanda-tanda mukjijat yang mereka lakukan tapi kasih dalam hidup mereka kepada Allah dan sesama.


Kedua, penumpangan tangan selalu dianggap tindakan yang sakral oleh Gereja, suatu tindakan yang tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang dan mempunyai makna yang fundamental dalam kehidupan Gereja:
699 The hand. Jesus heals the sick and blesses little children by laying hands on them.51 In his name the apostles will do the same.52 Even more pointedly, it is by the Apostles' imposition of hands that the Holy Spirit is given.53 The Letter to the Hebrews lists the imposition of hands among the "fundamental elements" of its teaching.54 The Church has kept this sign of the all-powerful outpouring of the Holy Spirit in its sacramental epicleses.
 
 1288 "From that time on the apostles, in fulfillment of Christ's will, imparted to the newly baptized by the laying on of hands the gift of the Spirit that completes the grace of Baptism. For this reason in the Letter to the Hebrews the doctrine concerning Baptism and the laying on of hands is listed among the first elements of Christian instruction. The imposition of hands is rightly recognized by the Catholic tradition as the origin of the sacrament of Confirmation, which in a certain way perpetuates the grace of Pentecost in the Church."99
 
 Footnotes:
 51 Cf. Mk 6:5; 8:23; 10:16.
 52 Cf. Mk 16:18; Acts 5:12; 14:3.
 53 Cf. Acts 8:17-19; 13:3; 19:6.
 54 Cf. Heb 6:2.
 99 Paul VI, Divinae consortium naturae, 659; cf. Acts 8:15-17; 19:5-6; Heb 6:2.
 
 
(Terjemahan 4)

Dari sini kita bisa mengetahui betapa gegabah dan hujah (sacrilegious) tindakan seorang Katolik yang menerima penumpangan tangan dari Protestant untuk mendapatkan "karunia Roh".

Lalu patut dipertanyakan, "apakah Protestant mempunyai Roh Kudus dalam diri mereka?" Sama sekali tidak! Bidat, Skismatik dan murtad tidak mempunyai Roh Kudus dalam diri mereka.

Pertanyaan selanjutnya adalah, "bila Roh Kudus tidak ada dalam diri mereka mungkinkah mereka melakukan bahasa Roh yang adalah karunia Roh Kudus?"

Mula-mula perlu dimengerti dengan jelas perbedaan antara karunia-karunia dari Roh Kudus. Berikut kutipan dari Ensiklopedi Katolik lama entry "Gifts of Miracles"
The gift of miracles is one of those mentioned by St. Paul in his First Epistle to the Corinthians (xii, 9, 10), among the extraordinary graces of the Holy Ghost. These have to be distinguished from the seven gifts of the Holy Ghost enumerated by the Prophet Isaias (xi, 2 sq.) and from the fruits of the Spirit given by St. Paul in his Epistle to the Galatians (v, 22). The seven gifts and the twelve fruits of the Holy Ghost are always infused with sanctifying grace into the souls of the just. They belong to ordinary sanctity and are within the reach of every Christian. The gifts mentioned in the Epistle to the Corinthians are not necessarily connected with sanctity of life. They are special and extraordinary powers vouchsafed by God only to a few, and primarily for the spiritual good of others rather than of the recipient. In Greek they are called charismata, which name has been adopted by Latin authors- they are also designated in theological technical language as gratiae gratis datae (graces gratuitously given) to distinguish them from gratiae gratum facientes, which means sanctifying grace or any actual grace granted for the salvation of the recipient. (Sumber: Catholic Encyclopedia: Gifts of Miracles)
 
 (
Terjemahan 5)

Pemberian Roh Kudus kepada manusia ada tiga macam:
1. Tujuh karunia Roh Kudus (Yesaya 11:2), yaitu hikmat, pengertian, nasehat, keperkasaan, pengenalan akan Allah, kesalehan, takut akan Allah (bdk. Katekismus 1831).
 
 2. Dua belas buah Roh Kudus (Gal 5:22), yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri, kerendahan hati, kesederhanaan dan kemurniaan (bdk. Katekismus 1832).
 
 3. Karya karismatik Roh Kudus yang dibagi menjadi karya karismatik biasa (ordinary) dan karya karismatik luar biasa (extraordinary).
Karya yang biasa adalah karisma untuk mengajar, bernyanyi dan lain-lain. Sementara karya yang luar biasa bersifat mukjijat-mukjijat seperti bahasa roh, penyembuhan dan lain-lain (bdk. Katekismus 2003).

Nomor 1 dan 2 diatas SELALU diberikan bersamaan dengan rahmat pengudusan kepada orang yang terbenarkan/terjustifikasi (ie: seorang Katolik terbaptis yang tidak dalam kondisi berdosa besar). Ini terjadi pada saat baptisan yang dilakukan Gereja. Dosa besar membuat seseorang yang terbenarkan/terjustifikasi kehilangan rahmat pengudusan dalam dirinya dan hilangnya tujuh karunia roh dan 12 buah roh kudus. Setelah dosa besar dihapus maka kesemuanya akan kembali.

Sedangkan karya karismatik Roh Kudus tidak berkaitan dengan hidup yang kudus. Artinya, seorang pendosa, seorang bidat (heretics, seperti Protestant), seorang skismatik ataupun seorang non-Kristen bisa mendapatkan karya karismatik Roh Kudus. Lalu apa gunanya karunia tersebut diberikan pada orang yang hidupnya tidak kudus tersebut? Berikut dari lanjutan dari entry "Gifts of miracle":
Here we have a distinction clearly drawn out as to the manner in which gratiae gratis datae may be to the advantage of the person receiving them as well as to the utility of others, and how it is that by these graces persons without sanctifying grace may perform signs and wonders for the good of others. But these are rare and exceptional cases and real miracles can never be performed by a sinner in proof of his own personal sanctity or in proof of error, because that would be a deception and derogatory to the sanctity of God Who alone can perform miracles. (Sumber: Catholic Encyclopedia: Gifts of Miracles)
 
 (
Terjemahan 6)