KESESATAN (HETERODOKSI) GERAKAN KARISMATIK 08

Started by saulus, May 20, 2022, 08:09 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

saulus

Setelah aku tuliskan diatas permasalahan theologis dan praktis akan praktek bahasa roh dalam gerakan karismatik, berikutnya aku akan menjawab beberapa apologi yang digunakan untuk memberi pembenaran atas praktek bahasa roh di Karismatik:
 
 "Dalam 1Kor 14:27-28 Paulus memang menganjurkan agar bahasa roh dilakukan secara teratur dan disertai terjemahan. Namun itu hanyalah 'anjuran' dan bukan 'larangan'"
 Cukup sering aku mendapat tanggapan seperti ini. Pendapat diatas sungguh naif sekali. Apakah sebagai umat yang taat kita mempunyai mentalitas untuk mengacuhkan anjuran sampai anjuran itu berubah menjadi larangan? Tentu saja tidak. Anak yang baik akan cukup tahu diri untuk tidak pulang terlalu malam lagi setelah orang tuanya mengingatkan untuk tidak pulang terlalu malam.
 
 "Hanya bahasa roh yang mengandung nubuat yang memerlukan penafsiran. Sedangkan bahasa roh yang bukan nubuat tidak perlu penafsiran. Paulus mengatakan bahwa siapa yang berkata-kata dalam bahasa roh membangun dirinya sendiri dan siapa yang bernubuat dalam bahasa roh membangun Gereja/jemaat (1Kor 14:4). Sehingga sah-sah saja kita berbahasa roh tanpa penafsiran, paling tidak yang melakukannya akan membangun dirinya sendiri meskipun tidak membangun Gereja/jemaat"
 Ini adalah apologi para karismatik ketika aku menekankan pentingnya penafsiran yang seringkali diabaikan oleh para karismatik. Aku akan beri dua tanggapan.
 
 Pertama, Paulus memang mengatakan bahwa bahasa roh bisa digunakan untuk membangun diri sendiri ataupun membangun Gereja/jemaat di 1Kor 14:4. Namun, dalam hal membangun diri sendiri sekalipun Paulus menekankan perlunya penafsiran:
 
 1Kor 14:13-15
 13 Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya. 14 Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. 15 Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku juga akan menyanyi dan memuji dengan akal budiku.
 
 Menurut Paulus, bahasa roh saja tanpa penafsiran berarti yang berdoa hanya roh saja. Tapi dengan penafsiran maka akal budi pun akan berdoa. Mengingat itu Paulus sendiri mengatakan bahwa dia akan berusaha agar baik roh maupun akal budinya berdoa. Sehingga tidak hanya diri sendiri terbangun semakin sempurna karena roh dan akal budi sama-sama berdoa, namun Gereja/jemaat juga akan terbangun MESKIPUN bahasa roh itu hanyalah nyanyian atau pujian (ie: bukan nubuatan)
 
 Kedua, KALAUPUN seseorang yang melakukan bahasa roh memang diijinkan berbahasa roh tanpa memerlukan penafsiran dengan alasan bahwa bahasa roh yang dilakukannya bukanlah bahasa roh dalam bentuk nubuat (yang menurut Paulus memerlukan penafsiran), lalu bagaimana bisa menentukan apakah bahasa roh yang dilakukan orang tersebut adalah nubuat (yang memerlukan penafsiran) atau bukan nubuat (yang memerlukan penafiran)? Tentu saja kita tidak bisa menentukan apakah bahasa roh seseorang itu adalah versi nubuat (yang memerlukan penafsiran) ataupun versi bukan nubuat (yang tidak memerlukan penafsiran) TANPA ADANYA PENAFSIRAN! Sehingga mutlak penafsiran akan selalu dibutuhkan.
 
 Namun ada juga yang lebih lanjut berargumen... (lihat bawah)
 
 "Apakah suatu bahasa roh itu nubuat (yang memerlukan penafsiran) atau bukan nubuat (yang tidak memerlukan penafsiran) bisa diketahui secara otomatis. Bila tidak ada yang diberi karunia penafsiran maka bahasa roh tersebut adalah versi yang bukan nubuat yang memang tidak butuh penafsiran. Sedangkan bila ada yang diberi karunia penafsiran, maka bahasa roh tersebut adalah versi nubuat yang memang membutuhkan penafsiran"
 Argumen lanjutan dari argumen diatas tadi ini cukup naif. Namun untuk menanggapi dan menunjukkan kesalahan dari argumen ini cukuplah mudah. Paulus di 1Kor 14:13 mengatakan bahwa siapa yang berbahasa roh hendaknya juga berdoa untuk karunia penafsiran. Ayat ini menunjukkan bahwa karunia bahasa Roh UNTUK BERNUBUAT SEKALIPUN, TIDAK SELALU diberikan (OTOMATIS) dengan penafsirannya. Orang harus berdoa supaya kepadanya diberikan karunia penafsiran! Kalau orang tersebut tidak berdoa, bisa jadi karunia untuk menerjemahkan tidak diberikan (lihat penekanan Paulus pada kata "harus").
 
 Berikutnya juga adalah argumen dari karismatik yang mencoba untuk meremehkan perlunya panafsiran...
 
 "Di Kisah Para Rasul 10:46 terlihat Kornelius berbahasa roh tanpa perlunya penafsiran. Ini berarti bahwa berbahasa roh tanpa penafsiran sah-sah saja"
 Petruslah yang hadir dan dikirim kepada Kornelius. Dan karena Petrus mampu berbahasa roh type yang lebih superior (tipe yang tidak perlu karunia penafsiran yang terpisah) maka dia bisa menafsirkan. Lagipula bila kita melihat di ayat selanjutnya Kis 10:46 kita bisa mengetahui bahwa dengan bahasa rohnya Kornelius memuliakan Allah. Nah, darimana diketahui kalau bahasa roh yang dilakukan Kornelius itu adalah bahasa roh yang memuliakan Allah? Mengapa bukan nubuat atau nyanyian atau doa lainnya? Jawabannya, sebab ada penafsiran dan dari penafsiran itu diketahui bahwa Kornelius memuji Allah dengan bahasa rohnya (bukannya bernubuat atau yang lainnya). Sekali lagi terlihat perlunya penafsiran.
 
 Konteks 1Kor 14:27-28 adalah di Gereja. Kata "jemaat" yang digunakan di 1Kor bab 14 berasal dari kata "ecclesia" yang berarti juga "Gereja." Karismatik sendiri mematuhi larangan hierarkhi untuk tidak berbahasa roh saat Misa Kudus.
 Argumen diatas mencoba menciptakan suatu dikotomi yang keliru bahwa "Gereja" dan "jemaat" itu berbeda. Memang harus diakui bahwa dalam pemahaman masyarakat Indonesia kata "Gereja" lebih mengarah ke gedungnya, sementara kata "jemaat" lebih mengarah ke orang-orangnya. Tapi dikotomi ini hanya ada dalam pemahaman masyarakat Indonesia. Di negara-negara seperti Inggris, Perancis, Spanyol, Italia, Jerman dan lain-lain kata "Gereja" juga berarti jemaatnya. Alkitab sekalipun juga menggunakan kata "ecclesia" untuk "jemaat" (Kis 11:26; Kis 18:22 etc). Sehingga ketika Paulus menggunakan kata "ecclesia" di 1Kor bab 14, ini tidak berarti sang rasul membatasi aturannya hanya untuk saat orang-orang berada dalam gedung Gereja, apalagi saat orang-orang sedang merayakan Misa Kudus di Gereja. Kata "ecclesia" digunakan Paulus untuk mengacu kepada komunitas umat beriman di Korintus, para jemaat Korintus, baik dalam gedung maupun diluar gedung.
 
 Lagipula tidak pernah dalam sejarah Gereja Katolik ada sessi/acara bahasa roh dalam Misa Kudus. Dalam liturgi-liturgi paling kuno sekalipun tidak pernah ada suatu sessi/acara bahasa roh saat Misa Kudus. Sehingga 1Kor 14:27-28 memang bukan dalam konteks Misa Kudus tapi pertemuan jemaat yang bukan Misa Kudus. Pertemuan jemaat yang bukan Misa Kudus misalnya adalah ibadah sabda, pendalaman iman, persekutuan doa dan lain-lain. 1Kor 14:26 mengatakan "bilamana kamu berkumpul... yang seorang bermazmur, yang lain pengajaran atau pernyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia menafsirkan bahasa roh...." Deskripsi ini lebih mirip persekutuan doa daripada Misa Kudus ataupun ibadah sabda.
 
 Jadi 1 Kor 14:27-28 berlaku setiap kali umat beriman berkumpul, baik dalam Gereja (kecuali saat Misa Kudus karena Gereja tidak pernah mengijinkan sessi/acara bahasa roh saat Misa Kudus sepanjang sejarahnya) maupun diluar Gereja.
 
 "Ada kelompok karismatik yang melakukan bahasa roh dengan penafsiran. Jumlahnya semakin bertambah"
 Adanya penafsiran tidak selalu berarti bahwa praktek bahasa roh di satu kelompok karismatik tidak melanggar amanah Paulus. Harus dilihat dulu apakah ketentuan-ketentuan lain, seperti berbahasa roh secara bergiliran, telah dipatuhi. Disamping itu harus dicheck keotentikan dari penafsiran yang dilakukan. Karena tidak jarang penafsiran tersebut dibuat-buat. Kemampuan menafsirkan bisa dicheck dengan mengingat kaidah bahasa, sebagai contoh tidak mungkin sesuatu yang berbunyi "abada abada abada" ditafsirkan "Yesus mencintaimu." Penafsiran seperti itu tidak sesuai dengan kaidah bahasa.
 
 
 Itulah beberapa argumen dari karismatik mengenai praktek bahasa roh yang aku ingat. Bila ada yang lain aku akan tambah lagi di kemudian hari.